Saumlaki – Suasana Balai Desa Lermatang pada Kamis, 21 Agustus 2025, dipenuhi oleh warga masyarakat yang datang menyampaikan suara hati mereka. Komisi III DPRD Kabupaten Kepulauan Tanimbar hadir langsung untuk mendengar aspirasi, yang dipimpin langsung oleh Ketua Komisi, ibu Joice M. Pentury/ Fatlolon.
“Kami ingin dengar aspirasi masyarakat Desa Lermatang,” tegas Joice Pentury saat membuka pertemuan. Acara ini dipandu langsung oleh Camat Tanimbar Selatan yaitu, NATALIS BATMOMOLIN, SH.
Pertemuan itu menjadi ruang dialog terbuka antara DPRD, Pemda, tokoh adat, tokoh agama, dan masyarakat setempat untuk meraup setiap aspirasi dari masyarakat.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam tatap muka tersebut ada salah satu poin penting yang diangkat adalah Peraturan Desa (Perdes) Nomor 3 Tahun 2023 tentang Penetapan Harga Tanah di Desa Lermatang. Dalam Peraturan ini telah menetapkan harga tanah per meter persegi, diantaranya:
Rp150.000 khusus untuk masyarakat,
Rp250.000 khusus untuk pengusaha menengah, sedangkan
Rp350.000 untuk penanaman modal asing.
Pejabat Kepala Desa Lermatang, Efraim Lambiombir, menegaskan komitmennya:
“Saya bersumpah demi tanah dan leluhur, saya tidak akan menandatangani pelepasan hak sama sekali. Biarlah kepala desa definitif nanti yang mengurus hal itu.” pernyataan ini di sampaikan langsung saat pertemuan tatap muka tersebut.
Ruang diskusi semakin hangat saat pembahasan menyentuh rencana pengembangan Blok Masela. Masyarakat secara tegas menyatakan dukungan terhadap kebijakan nasional, namun dengan catatan: hak ulayat adat harus dihormati serta di junjung tinggi.
Dalam Pernyataan Sikap Warga Desa Lermatang tertanggal 18 Agustus 2025, tokoh adat dan masyarakat menegaskan:
Mendukung 100% beroperasinya INPEX Masela Ltd.
Menyatakan tanah di Lermatang adalah tanah adat turun-temurun.
Menuntut INPEX mengakomodir tenaga kerja lokal.
Harga tanah tetap mengacu pada Perdes Rp350.000 per meter persegi.
Suara Masyarakat: Dari Kekhawatiran hingga Harapan bagi proyek yang nantinya akan di bangun di atas tanah mereka.
Sejumlah warga angkat bicara dengan nada penuh harapan, di antaranya,
Bram Rangkoly (60 tahun) beliau dalam penyampaiyannya menegaskan, terkait dengan hutan adat Lermatang jika dialihfungsikan. Padahal “Hutan ini sudah ada sebelum Indonesia merdeka. Kalau dialihfungsikan, bagaimana masyarakat cari makan? Ini yang harus diatur sebaik mungkin” adapun
Lambertus Batmetan dalam jabatan sebagai Ketua BPD: meminta Pemda KKT harus keluarkan Perda terkait harga tanaman dan memprioritaskan SDM lokal. Begitupun dengan
Tina Lermatang (43 tahun): berharap pemda terbuka terkait hasil kebun. “Saya sangat senang jika perusahaan masuk, tapi anak-anak kami juga harus diperhatikan masa depannya nanti. Begitupun ada usulan dari
Pendeta GKPI beliau mengajak masyarakat menyambut INPEX dengan sukacita. “Semoga perusahaan hadir membawa berkat, bukan pertengkaran yang nantinya akan memecah kerukunan antar umat dan masyarakat desa Lermatang
Turut hadir dalam pertemuan tersebut yaitu Asisten II Pemda KKT, Agustinus Songupnuan, mengingatkan bahwa tahap sekarang masih sebatas survei, menurutnya,
“Ini baru lihat lahan dulu. Belum ada pembebasan lahan. Tim terpadu akan bekerja selama 60 hari, mari kita beri kesempatan untuk mereka agar bisa bekerja dengan baik sambil kita lakukan pengawasan bersama suami dari wakil Bupati Kepulauan Tanimbar ini.
Sementara itu, anggota Komisi III DPRD, Djidon Kelmanutu, menegaskan dalam pertemua dengan segenap masyarakat Lermatang menegaskan bahwa,
“Kami DPRD juga tidak tidur nyenyak. Aspirasi masyarakat ini akan kami kawal sampai ke pusat. Tanah adat Tanimbar harus diatur dengan baik agar masyarakat juga bisa menikmatinya dengan baik sampai dengan anak cucu mereka ke depean.
Hal senada disampaikan Fredek Y. Kormpaulun dan Piet Kait Taborat. Menurut mereka, perjuangan masyarakat harus dikawal hingga ke tingkat nasional agar kehadiran Blok Masela benar-benar membawa kesejahteraan jasmani dan rohani bagi warga Lermatang.
Dialog antara DPRD, Pemda, dan masyarakat Desa Lermatang mencerminkan betapa kompleksnya persoalan tanah adat ketika bersinggungan dengan proyek nasional tersebut.
Masyarakat menyambut peluang pembangunan dengan semangat, namun tetap teguh menjaga hak hak leluhur. Aspirasi mereka bukan sekadar soal harga tanah, melainkan juga soal martabat, warisan budaya, dan masa depan anak cucu.
Komisi III DPRD KKT berjanji akan meneruskan semua suara itu ke pemerintah pusat. Kini, masyarakat menunggu langkah langkah kongkrit nyata agar janji pembangunan tidak meninggalkan mereka yang menjaga tanah adat sejak dahulu kala.(**)