Saumlaki_Tribun-Maluku Tenggara_Raya.com//- Kali ini Harkat dan martabat dari seorang Wanita Tanimbar, Kecamatan Wermaktian, Kabupaten Kepulauan Tanimbar kembali tercoreng akibat ulah seorang anggota kepolisian. Oknum anggota polisi berinisial YAF, yang bertugas di Polsek Wermaktian, diduga mempermainkan kehormatan seorang gadis desa setelah berbulan-bulan tinggal dan tidur di rumah korban hingga akhirnya diikat dalam sebuah perkawinan adat.
Ironisnya, setelah menerima prosesi perkawinan secara adat dan dinyatakan sebagai suami, oknum Polisi bejat YAF justru menolak menikah secara resmi dengan sang korban. Tindakannya seolah-olah menempatkan adat serta martabat wanita Tanimbar hanya sebagai permainan nafsu pribadi belaka.
Masyarakat Seira yang menjunjung tinggi adat istiadat yang sudah turun temurun di wariskan oleh para leluhur menilai perbuatan ini sebagai aib besar. Oknum Polisi YAF tidak hanya merendahkan sang wanita dan keluarganya, tetapi juga mencederai wibawa hukum serta mencoreng nama baik institusi kepolisian. Pihak keluarga korban menyebut sikap ingkar janji tersebut sebagai perbuatan hina dan biadap yang menorehkan luka sosial sekaligus mengancam ketenangan masyarakat adat yang ada di Seira.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Kepada media ini Korban berinisial BB menjelaskan bahwa YAF kerap datang mengunjungi rumahnya dan tidur di rumahnya. Hingga suatu malam, saat YAF berada di kamarnya, keluarga besar dari korban BB bersama Ketua RT mendatangi rumah dan meminta pertanggungjawaban dari oknum polisi YAF.
Korban BB memveritakan, Saat itu “Om Leman Lasuatbebun bilang ke saya, Nona tolong kasih bangun Nyong Polisi kemudian saya langsung masuk di kamar dan membangunkannya, karena mungkin panik saat saya bangunkan sehingga dia hanya bangun dan duduk di kamar dan tidak mau keluar. Karena Om Leman duduk di luar dan sudah terlalu lama sehingga om Leman masuk ke kamar, setelah itu Om minta permisi dan kami duduk sama-sama. Kemudian Om sampaikan bahwa Nyong sudah tidak bisa mengelak lagi karena Nyong sudah tidur bangun dengan kami punya anak perempuan ini dan kemudian Om datang dan Om lihat ini, jadi, nanti setelah pulang ibadah. Om ke Bapak Thomas Batlayar dan kita urus masalah ini jadi, jawabannya semua dari nyong terima anak perempuan kami dan tidaknya itu dari nyong,” ungkap BB.
Menurut BB, setelah peristiwa itu, keluarga mendatangi sejumlah tokoh, termasuk Kepala Desa Welutu dan orang tua angkat dari oknum Polisi YAF. Dalam pertemuan tersebut keluarga menanyakan keseriusan YAF untuk menikahi sang korban BB.
“YAF pergi ke Bapak Kepala Desa Welutu Kibener Iyarmas dan Opa Brury Rangkoratat dan melaporkan permasalahan ini, namun kades menyampaikan bahwa masalah ini dikembalikan ke keluarga. Kemudian mereka pergi ke Bapak Fery Lasuatbebun dan mereka datang untuk urus masalah di rumah, kemudian mereka bertanya ke YAF bahwa apakah YAF mau menerima saya sebagai istri atau tidak, jawaban pertamanya bahwa ia mau untuk hubungan dengan saya ini baik-baik saja dia belum mau menikah karena masih bangun rumah dan masih memgongkosi adik laki-lakinya yang bungsu yang saat ini duduk di bangku kuliah,” ujarnya.
BB menuturkan bahwa jawaban tersebut membuat pihak keluarga belum puas. Mereka meminta agar YAF untuk memberikan sebuah kepastian.
“Karena jawabannya begitu sehingga, dari pihak keluarga BB pun belum puas kemudian mereka bertanya untuk kedua kalinya lagi, seperti ini pertanyaan dari keluarga BB” Nyong kami punya anak perempuan ini sudah tanggung malu jadi bagaimana apakah nyong mau menerima dia sebagai pendamping, istri atau tidak, saat itu yang berbicara adalah paman dari sang korban kemudian Opa Brury Rangkoratat yang turut berbicara dan saat itu ada juga Bapak Kepala desa Welutu yang juga berbicara, dan saat itu barulah YAF mengiyakan bahwa. ‘Iya saya mau terima dia sebagai istri’. Jadi, pihak keluarga langsung saat itu pun memanggil saya keluar dari kamar dan duduk sama-sama di samping YAF, setelah itu YAF punya Bapak angkat mengambil barang adat yaitu Lelbutir satu pasang, uang 100 ribu dan sopi sebagai tanda bahwa kami sudah dikawinkan secara adat, setelah itu keluarga saya karena menghargai YAF sehingga mereka mengambil kain adat Tenun Ikat dan digantung di lehernya, kemudian dari pihak keluarga YAF juga menaikkan barang adat yaitu Lelbutir satu pasang lagi untuk menandakan bahwa perkawinan ini dilakukan secara adat,” ungkap BB.
Pada saat proses perkawinan adat itu turut disaksikan sejumlah tokoh, antara lain Kepala Desa Welutu Kibener Iyarmasa, Edison Iyanleba, Dani Lodar, Kala Besitimur, Leman Lasuatbebun, Fery Lasuatbebun bersama istrinya, Beny Lenunduan, serta saksi dari Polsek Wermaktian yaitu Brury Rangkoratat.
Namun, pasca prosesi adat telah di laksanakan oknum Polisi YAF justru menunjukkan sikap berlawanan. Ia jarang menginjakkan kaki di rumah BB dan hanya sesekali datang untuk makan. Situasi ini membuat keluarga besar BB merasa dilecehkan atau di sepelehkan.
Menurut korban BB “Setelah dua sampai tiga minggu, saya dengar informasi bahwa, orang tua dari YAF mau datang di Seira dan bayar pulang saya. Jadi, saya sampaikan ke Mama dan kemudian Mama juga sampaikan masalah ini ke saudara-saudara saya dan mereka tidak mau menerima, bahwa kenapa dari awal tidak menyatakan untuk bayar pulang, nanti setelah sudah kawin dan dilakukan secara kawin adat baru mau seperti itu,” terangnya.
BB menambahkan, pihak keluarga bahkan sudah mendatangi Polsek Wermaktian untuk meminta penjelasan. Namun YAF disebut menolak mengakui perkawinan adat tersebut.
“Setelah saudara-saudara saya pulang dan sampai ke Seira, kami naik di Polsek Wermaktian dan urusan bahwa ia mengaku bahwa itu bukan kawin tapi diikat saja. Karena YAF mengatakan seperti itu maka saya hadirkan Om Edy Iyanleba, dan Om Dany Lodar agar mereka datang ke Polsek dan menceritakan kejadian waktu kami kawin secara adat itu seperti apa, penjelasan mereka bahwa kami kawin secara adat. YAF masih belum puas juga sehingga dipanggil lagi orang tua angkatnya saat itu yaitu Bapak Fery Lasuatbebun yang saat itu mereka datang dan mengawinkan kami secara adat ternyata beliau nyatakan di Polsek Wermaktian bahwa kami sudah kawin secara adat,” ungkap korban BB dengan tegas.
Hal senada juga disampaikan oleh Fery Lasuatbebun yang saat itu turut hadir saat proses perkawinan adat. Ia menegaskan bahwa YAF telah menerima BB sebagai istri secara sah menurut adat Seira.
“Saat itu proses perkawinan adat saya bilang ke Nyong YAF bahwa menerima Nona BB dengan lapang dada. Saat ini saya tidak mau membuat tanda perkawinan secara adat tapi karena Nyong YAF sudah menerima Nona BB sehingga saya kemudian membuat tanda perkawinan itu secara adat dan kemudian saya ambil satu pasang lelbutir, uang dan sopi sebagai tanda perkawinan dan juga dari pihak keluarga perempuan memberikan kain tenun sebagai tanda perkawinan secara adat. Selanjutnya saya pikir bahwa mereka ini sudah kawin baik-baik ternyata ko timbul masalah demikian,” ungkapnya.
Sala satu aktifis Perempuan asal Maluku yang saat ini sedang menekuni pendidikannya pada seni peran di Jakarta Zizel Rehena, di sela sela kesibukannya mengatakan bahwa, hukum adat tetap harus dihormati bukan untuk di permainkan apalagi ini terkait harkat dan martabat seorang wanita Dari Maluku atau Tanimbar apalagi dalam masalah ini sebuah prosesi secara Adat telah di lakukan serta di hadiri oleh keluarga masing masing harusnya prosesi tersebut dapat di hormati dan di jalankan dengan baik bukan sebaliknya
Menurutnya, orang Tanimbar dan orang Maluku hanya rela Mati karena dua hal yaitu” yang pertama mati karena masalah batas tanah dan yang kedua adalah Rela Mati karena saudara perempuan mereka, hanya dua hal ini. Apalagi yang menjalani hal ini adalah seorang oknum Polisi yang sudah pasti sangat paham dan tau betul adat istiadat serta budaya di maluku. Harusnya YAF sudah paham serta tau dengan benar konsekwensi dari melanggar adat yang telah di jalankan apalagi oknum Polisi tersebut asal dari Maluku harusnya dia lebih tau tatanan adat istiadat di sana seperti apa apalagi dia seorang Babinkambtibmas di kecamatan tersebut jadi pasti dia paham betul.
Pihak keluarga korban menegaskan bahwa mereka tidak akan tinggal diam. Setelah melalui jalan adat yang dianggap telah dilecehkan, keluarga menyatakan telah mengambil langkah untuk menempuh jalur hukum.
Mereka siap melaporkan YAF ke institusi kepolisian dan pihak berwenang lainnya agar kasus ini diproses sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagi keluarga, ini bukan sekadar persoalan pribadi, tetapi menyangkut kehormatan perempuan dan keberlangsungan adat istiadat di desa tersebut.
Selain itu, pihak keluarga secara tegas meminta Kapolres Kepulauan Tanimbar dan Bapak Kapolda Maluku untuk turun tangan dan mengambil langkah hukum terhadap oknum anggotanya. Mereka berharap institusi kepolisian bertindak objektif, memberikan sanksi sesuai aturan, serta memastikan kasus ini tidak berlarut-larut serta memberikan rasa keadilan serta kehormatan wanita dari Tamimbar yang telah di nodai oleh seorang oknum Polisi YAF ini.
Bila terbukti oknum polisi YAF mempermainkan harkat dan martabat perempuan Tanimbar, tindakan YAF dapat dinilai sebagai pelanggaran etik berat. Konsekuensi terberat dari pelanggaran etik adalah pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) dari kepolisian. Hal ini menjadi pertaruhan serius bagi institusi Polri, apakah akan menegakkan disiplin internal dan hukum adat, atau membiarkan aib ini mencoreng wibawa hukum di mata masyarakat.
Kasus ini kini menjadi perhatian luas masyarakat Seira dan masyarakat tanimbar serta masyarakat Maluku pada umnya. Mereka mendesak agar aparat penegak hukum dapat mengambil langkah tegas demi menjaga kehormatan adat serta martabat perempuan Tanimbar agar tidak terus dipermainkan seperti yang telah di lakukan oleh oknum Polisi YAF ini.
Menurut penjelasan dari pihak keluarga korban yang di Terima oleh media ini bahwa pada besok hari kuasa hukum dari Korban BB akan melayangkan laporan resmi terhadap oknum Polisi YAF ke pihak Propam Polres Kepulauan Tanimbar.(**)